KOMPAS.com - Ada satu hal yang lumrah terjadi saat pembentukan tim nasional Indonesia setiap akan bertanding di sebuah ajang besar internasional. Ya,selalu ada kegiatan pemusatan latihan nasional atau biasa disingkat pelatnas.
Pelatnas memang dilakukan oleh seluruh negara di dunia ketika akan menjalani laga internasional. "Uniknya" di Indonesia, pelatnas sering dilakukan dalam waktu yang lama. Berminggu-minggu atau bahkan sampai beberapa bulan.
Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan negara-negara di Eropa. Lihatlah bagaimana timnas Spanyol, Inggris, Jerman, Italia, dan negara lain, menyiapkan pemain hanya sekitar 4-7 hari saja.
Kalaupun harus melakukan pelatnas selama sebulan penuh, negara-negara tersebut biasanya akan mengikuti kejuaraan besar seperti Piala Dunia atau Piala Eropa. Untuk ajang-ajang kualifikasi dan laga persahabatan internasional, negara-negara kuat sepak bola itu hanya mempersiapkan tim dengan singkat.
Kebiasaan negara-negara itu ternyata belum bisa diikuti oleh Indonesia. Tim Merah Putih masih berpedoman kepada pelatnas jangka panjang untuk persiapan timnas.
Anehnya, meski sudah dilakukan pelatnas jangka panjang pun, prestasi memuaskan tak kunjung datang.
Masalah Fisik
Banyak faktor yang memaksa timnas Indonesia kerap kali membutuhkan pelatnas jangka panjang sebagai persiapan untuk pertandingan besar. Kondisi sepak bola Indonesia ternyata dianggap sebagai alasan utama.
"Pemain-pemain yang datang memenuhi panggilan tim nasional Indonesia tak semuanya memiliki kondisi fisik dan taktik yang sama. Ada yang bagus, ada juga yang tidak. Jadi, kami harus membuat kondisi pemain satu dengan yang lain menjadi sama," ucap mantan pelatih Timnas Indonesia, Nilmaizar, kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2013).
"Selain itu, kota-kota di Indonesia itu tak berdekatan. Misal, pemain dari Papua harus menempuh perjalanan panjang ke Jakarta. Pemain juga butuh istirahat. Di luar negeri, dari kota satu ke kota lain bisa ditempuh dengan cepat," lanjutnya.
Apa yang dikatakan Nilmaizar mengenai ketidakseragaman fisik pemain, diamini oleh fiosioterapi timnas Indonesia, Matias Ibo. Fisik memang menjadi kendala utama bagi para pemain timnas Indonesia yang baru bergabung ke pelatnas.
"Tidak semua pemain memiliki standar fisik yang dibutuhkan saat berada di timnas Indonesia. Karena itu, sering kali staf pelatih di timnas Indonesia memulai program latihan dengan latihan fisik," ujar Matias.
"Oleh karena itu, pelatnas timnas Indonesia biasanya diisi oleh banyak pemain. Kemudian, setelah dilakukan latihan fisik, ada beberapa yang dicoret karena dinilai fisiknya tak bisa memenuhi standar untuk bermain pada waktu yang telah ditentukan. Namun, ada juga yang dicoret karena alasan lain," tambah Matias.
Peran Klub
Jika bicara fisik pemain tak sesuai dengan apa yang diharapkan staf pelatih timnas Indonesia, hal itu bisa kembali lagi ke klub tempat pemain bersangkutan bermain. Matias membeberkan bahwa tak semua klub di Indonesia, memiliki seorang yang ahli untuk mengurusi fisik dan kebugaran pemain.
"Beberapa klub mungkin punya struktur pelatih yang lengkap, dari mulai pelatih kepala, pelatih kiper, pelatih fisik, sampai fisioterapi. Tetapi, tidak semua klub memilikinya," paparnya.
"Rata-rata, klub hanya mempekerjakan tukang urut untuk mengurusi pemain yang cedera. Saya tak bilang, tukang urut tidak bagus. Di antara mereka, pasti ada yang mengerti ketika otot keram atau terkilir. Tetapi, tak menutup kemungkinan juga mereka salah menangani cedera," lanjutnya.
Pemain dan Pelatih Berkualitas
Sementara itu, mantan pelatih timnas Indonesia, Danurwindo, memiliki pandangan lain yang lebih utama mengenai pelatnas jangka panjang timnas Indonesia. Menurut Danurwindo, sistem pengembangan sepak bola di Indonesia menjadi penyebab utama hal tersebut.
"Memang benar, apa yang kita lakukan di Indonesia (pelatnas jangka panjang), hampir tak pernah terjadi di negara-negara lain, khususnya di Eropa. Itu semua karena perkembangan sepak bola Indonesia yang jalan di tempat," tegas Danurwindo.
"Di negara lain yang sepak bolanya maju, terdapat aspek-aspek utama dalam sepak bola, yakni pemain dan pelatih berkualitas," tandasnya.
"Mengapa perlu pemain dan pelatih berkualitas? Pemain contohnya, mereka harus bisa mengerti dengan cepat apa yang diistruksikan pelatih saat menjalani pelatnas. Jadi, pelatih tak perlu lama memasukkan strategi permainan yang dalam diri setiap pemain. Hal itu jelas irit waktu. Saya berani bicara, pelatih sekelas Jose Mourinho pun, takkan bisa melatih pemain yang lama mencerna taktik dan strategi yang diinstruksikan."
"Namun, kita juga perlu memiliki banyak pelatih berkualitas. Pemain yang dipanggil timnas pasti berasal dari klub. Di klub tersebut, pelatih juga harus menanamkan taktik dan strategi yang baik kepada pemain. Peran pelatih juga penting untuk membentuk pemain berkualitas, selain pelatih tersebut juga harus berkualitas," tutur Danurwindo.
Infrastruktur
Pelatnas jangka panjang yang tak disusun dengan benar semakin lengkap dengan seringnya bentrok dengan jadwal-jadwal pertandingan klub. Pembicaraan antara pengurus federasi, penyelenggara liga, dan klub, dianggap penting dilakukan agar tak terjadi tarik-menarik pemain ke timnas.
"Hal ini yang harus dibicarakan terlebih dahulu. Semua elemen duduk bersama agar mengerti kapan ada jadwal pertandingan internasional, dan kapan juga kompetisi liga bergulir. Jangan tiba-tiba kompetisi bergulir, para pemain dipanggil ke timnas. Klub juga butuh pemain, karena sudah membayar mahal pemain. Bukannya tak memperbolehkan pemain membela timnas. Namun, hal ini bisa dihindari jika semua jadwal tersusun dengan rapi," lanjut Danurwindo.
Sementara itu, Direktur Bidang Kompetisi PSSI, Sihar Sitorus, setuju bahwa pelatnas jangka panjang versi timnas Indonesia sudah ketinggalan zaman. Namun, Sihar juga mengganggap ada dua hal yang harus dibenahi agar pelatnas timnas Indonesia bisa seperti negara-negara lain.
"Pelatnas jangka panjang seperti ini sudah terjadi sejak 20 tahun lalu. Jadi, bukan ketika saya menjabat sebagai pengurus PSSI. Saya pun ingin pelatnas jangka pendek, tak perlu lama-lama," kata Sihar. "Namun, ada dua hal utama yang harus dibenahi, yakni infrastruktur dan sumber daya manusia."
"Pertama, infrastruktur untuk timnas Indonesia tak memadai. Kita tak punya kompleks latihan yang lengkap untuk timnas Indonesia. Tempat latihan timnas Indonesia saja hanya di Lapangan C Senayan," tambahnya. "Yang kedua adalah sumber daya manusia, mulai pemain sampai pelatih."
Pelatnas jangka panjang sebenarnya bukan sebuah masalah, selama bisa menghasilkan prestasi. Namun faktanya, timnas Indonesia tetap saja tak memperoleh hasil memuaskan. "Bergerak maju" tentu lebih baik ketimbang "berjalan di tempat".
Semoga, Luis Manuel Blanco segera menemukan solusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.