KUPANG, KOMPAS.com - Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung (APPeK) Nusa Tenggara Timur, melansir 53 persen warga miskin Kota Kupang memanfaatkan Pusat Layanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai tempat pelayanan kesehatan.
"Ini hasil survei yang kami lakukan, untuk 500 orang warga kelompok perempuan dan masyarakat marginal di Kota Kupang," kata Ketua Divisi Perempuan dan Anak Bengkel APPeK NTT, Theresia Ratu Nubi, saat memberikan materi pada Training Public Service Monitoring for Media Mainstream Journalist di Kupang, Jumat (26/4/2013).
Dia mengatakan, warga kelompok perempuan dan kaum marginal Kota Kupang lainnya berjumlah 47 persen, memilih rumah sakit sebagai tempat untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Menurut dia, dari aspek ketersediaan fasilitas kesehatan, 26,14 persen masyarakat menilai fasilitas rumah sakit sudah memadai, sedangkan 73,30 persen menilai belum memadai. Sementara untuk puskesmas, 28,98 persen mengatakan sudah memadai dan 69,60 persen mengatakan belum memadai.
Theresia menyebutkan, masalah utama layanan kesehatan antara lain jumlah tenaga medis yang terbatas, fasilitas yang kurang memadai dan syarat administrasi yang berbelit-belit. Selain itu, ketersediaam obat yang mahal serta jenis obat yang terbatas.
Lebih lanjut dikatakan, mayoritas masyarakat juga menilai lemah pelayanan di puskesmas. Hal itu dapat diketahui dari dokter tidak pernah mengunjungi posyandu lansia, tidak tersedianya alat pemeriksaan gula darah di puskesmas, serta ketersediaan obat-obatan yang masih sangat terbatas, bahkan sering kehabisan.
"Ada juga kondisi di mana petugas puskesmas sering datang terlambat ke posyandu lansia, untuk memberikan layanan kesehatan bagi para lansia," katanya.
Persoalan lainnya, ungkap Theresia, obat yang diberikan untuk balita tidak langsung digerus petugas apotik namun dilakukan pihak lain. Bahkan Puskesmas sering tidak bisa melayani imunisasi, karena ketersediaan vaksin di puskesmas sering tidak memadai.
Ketersediaan obat serta fasilitas layanan kesehatan di puskesmas yang masih terbatas itulah, yang berakibat kepada sulitnya warga miskin yang sakit bisa segera disembuhkan dari penyakitnya, meski sudah melakukan pengobatan berulang kali dengan penyakit biasa.
"Ada masyarakat yang tidak bisa berobat ke Puskesmas karena tida punya uang atau kartu jaminan kesehatan. Pelayanan di puskesmas terlalu lama dan sering berbelit-belit," katanya.
Terhadap permasalahan yang ada, Thresia menawarkan peningkatan anggaran di bidang kesehatan sehingga pemerintah bisa menyediakan lebih banyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan pubik bidang kesehatan bagi seluruh warga negara.
Pemateri lainnya, masing-masing Farid Gaban dari Yayasan Zamrud Khatulistiwa menegaskan, perhatian pemerintah terhadap layanan publik masih sangat rendah. Padahal layanan publik adalah esensial dan harus dibiayai negara. Layanan publik tersebut berkaitan dengan politik dalam arti luas.
Dia menambahkan, ada kecenderungan semua masalah direduksi menjadi masalah privat atau individu. Ini berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi publik. Hal tersebut disebabkan oleh karea cara pandang pemerintah yang menjadikan publik hanya sebagai konsumen.
"Kalau semua privat, kenapa kita butuhkan negara? Sektor dasar seperti kesehatan, pendidikan, transportasi harus ditangani negara," kata mantan jurnalis itu.
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.